oleh: Bambang Imam - Tim KDE-DJPK
Latar Belakang
Stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis masih menjadi isu prioritas nasional di Indonesia. Intervensi melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Tematik merupakan strategi fiskal yang diarahkan untuk mengakselerasi penurunan stunting secara lintas sektor. Pemantauan dan Evaluasi terhadap implementasi DAK ini di enam daerah (Kab. Cirebon, Kota Cirebon, Kab. Banjarnegara, Kab. Banjar, Kab. Maros, dan Kab. Jayapura) menunjukkan berbagai pencapaian dan tantangan yang penting untuk ditindaklanjuti.
Metode yang dipakai dalam kegiatan Monev ini adalah FGD dengan SKPD pengampu DAK, berdasarkan profil kinerja daerah dari Dashboard DTK Tracking. Untuk mempertajam dan memberikan pandangan lain, kepada daerah juga diberikan kuesioner dan sampling kunjungan terhadap output kegiatan DAK yang sudah dimanfaatkan.
Kami juga mencoba menerapkan prototipe Immediate-Outcome Self Assessment (IOSa) untuk mengukur capaian indikator manfaat jangka pendek atas output kegiatan dana DAK pada saat Monev di Kab. Pemalang.
Temuan Kunci dan Analisis
- Regulasi dan Kelembagaan Pemerintah daerah telah menyusun berbagai regulasi pendukung, namun belum semua daerah mampu mengimplementasikan SOP secara optimal. Sosialisasi kebijakan masih terbatas, bahkan di beberapa daerah belum terdapat regulasi pendukung seperti jaminan ketersediaan lahan untuk sarana sanitasi. Ini menunjukkan perlunya desain kebijakan yang lebih operasional dan tersosialisasi secara menyeluruh ke seluruh perangkat daerah.
- Perencanaan Program Perencanaan penurunan stunting umumnya telah masuk dalam RPJMD dan rencana aksi daerah, tetapi banyak yang masih bersifat administratif dan kurang responsif terhadap dinamika lokal. Tantangan terbesar adalah keterbatasan data sasaran, miskomunikasi antar OPD, dan keterlambatan juknis yang menghambat sinkronisasi lintas sektor.
- Sinergi Pendanaan Sebagian besar daerah telah berupaya menggali pendanaan alternatif dari APBN, DAU, Dana Desa, CSR, dan lembaga sosial. Namun, masih dijumpai ego sektoral dan belum adanya mekanisme antisipatif terhadap keterlambatan pencairan dana. Hal ini menunjukkan perlunya mekanisme pendanaan multiyears yang fleksibel dan kolaboratif.
- Implementasi dan Pelaksanaan Implementasi DAK Penurunan Stunting relatif berjalan, namun dihadapkan pada tantangan klasik seperti keterlambatan juknis, mismatch data sasaran, dan minimnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya layanan kesehatan. Beberapa daerah juga masih bersifat kuratif dan belum mendorong pendekatan preventif.
- Output dan Pemanfaatan Beberapa output seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan Pekarangan Pangan Lestari (P2L) telah menunjukkan dampak positif. Namun, masalah pada kapasitas SDM, pemeliharaan alat, dan keterlambatan dana masih menghambat efektivitas pemanfaatan. Diperlukan pembinaan yang berkelanjutan dan insentif bagi daerah yang menunjukkan hasil baik.
- Dampak Ekonomi Program ini membuka peluang kerja lokal dan ekonomi komunitas, seperti pelibatan masyarakat dalam penyediaan PMT dan sanitasi. Namun, kurangnya tenaga kerja terlatih dan keterbatasan bahan lokal menimbulkan ketergantungan antar daerah yang dapat memperlambat respons program.
Rekomendasi Strategis
- Blueprint Penanganan Terintegrasi: Pemerintah pusat perlu mendorong penyusunan blueprint kebutuhan stunting yang bersifat jangka menengah-panjang, mencakup desain program, SOP, data integratif, dan strategi pendanaan multiyears.
- Insentif dan Kapasitas Daerah: Perlunya penguatan kapasitas SDM lokal serta pemberian insentif fiskal bagi daerah yang mampu mencapai target percepatan penurunan stunting.
- Penyesuaian Biaya Operasional: Kajian ulang terhadap satuan biaya PMT, honor penyuluh, dan biaya transportasi agar disesuaikan dengan kondisi geografis dan sosial ekonomi masing-masing wilayah.
- Inovasi dan Literasi Sosial: Promosi pendekatan berbasis komunitas dan literasi kesehatan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran serta mengurangi ketergantungan terhadap intervensi kuratif.
Kesimpulan
Efektivitas program DAK Penurunan Stunting sangat bergantung pada sinergi regulasi, perencanaan responsif, pembiayaan yang adaptif, dan pelaksanaan program yang berorientasi pada hasil jangka panjang. Diperlukan kolaborasi aktif dari seluruh pihak untuk memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan benar-benar memberi kontribusi nyata terhadap pengurangan prevalensi stunting di Indonesia.